Perubahan budaya mengubah cara orang tua membesarkan anak-anak mereka, khususnya dalam masyarakat yang sedang mengalami transisi dari nilai-nilai kolektivis ke nilai-nilai individualistis. Orang tua masa kini semakin menghadapi tantangan ganda: memupuk kemandirian dan menjaga rasa keterhubungan dan kasih sayang. Penelitian baru menunjukkan bahwa keseimbangan ini tidak hanya mungkin terjadi – tetapi juga penting untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi dunia yang berkembang pesat.

Interaksi Antara Tujuan Orang Tua dan Perilaku Anak

Sebuah penelitian baru-baru ini yang dilakukan terhadap lebih dari 330 keluarga di Tiongkok mengungkapkan adanya interaksi dinamis antara nilai-nilai orang tua dan perilaku prososial anak-anak usia prasekolah (tindakan kebaikan dan berbagi). Orang tua yang mengutamakan otonomi (mendukung kemandirian) dan keterhubungan (membina hubungan) cenderung membesarkan anak yang menunjukkan perilaku lebih prososial. Ini bukanlah jalan satu arah; kebaikan anak sendiri dapat mempengaruhi orang tua untuk lebih menekankan kemandirian.

Mengapa ini penting: Pendekatan pengasuhan tradisional sering kali menekankan satu tujuan dibandingkan tujuan lainnya. Dalam budaya kolektivis, keterhubungan (ketaatan, keharmonisan kelompok) adalah hal yang terpenting. Dalam budaya individualistis, otonomi (prestasi, ekspresi diri) diutamakan. Namun globalisasi dan urbanisasi mengaburkan batas-batas tersebut sehingga mengharuskan orang tua untuk beradaptasi. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan ini membutuhkan kedua keterampilan tersebut untuk berkembang dalam lingkungan yang beragam.

Dua Profil Pengasuhan Anak Muncul

Penelitian ini mengidentifikasi dua profil pengasuhan utama:

  • Profil 1 (10–20% orang tua): Penekanan sedang pada keterkaitan, penekanan sedang pada otonomi.
  • Profil 2 (80–90% orang tua): Penekanan sedang pada keterhubungan, kuat penekanan pada otonomi.

Anak-anak yang orang tuanya berada di Profil 2 secara konsisten menunjukkan lebih banyak perilaku baik dan prososial. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun menilai kedua tujuan itu penting, fokus yang lebih besar pada kemandirian tampaknya terkait dengan peningkatan kebaikan – sebuah temuan yang berlawanan dengan intuisi namun signifikan.

Penjelasan “Lingkaran Kebaikan”.

Studi ini mengungkap hubungan siklus antara tujuan orang tua dan tindakan anak:

  • Otonomi mendorong kebaikan: Saat orang tua menekankan kemandirian, anak-anak cenderung akan bertindak baik empat bulan kemudian.
  • Kebaikan memperkuat otonomi: Saat anak menunjukkan kebaikan, orang tua menjadi lebih berkomitmen untuk memupuk kemandirian.

“Lingkaran kebaikan” ini menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam penekanan orang tua dapat berdampak besar pada perilaku anak. Penelitian ini tidak membuktikan hubungan sebab-akibat, namun korelasinya cukup kuat sehingga memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Implikasi Praktis bagi Orang Tua

Orang tua dapat secara efektif mendukung otonomi dan keterhubungan dengan:

  • Menghormati konteks budaya: Menyesuaikan pendekatan pengasuhan anak untuk menghormati nilai-nilai tradisional sambil mengakui perubahan sosial. Dorong anak-anak untuk memilih bagaimana dan kapan untuk bersikap baik, anggaplah itu sebagai komitmen pribadi dan bukan kewajiban.
  • Menyoroti peluang untuk memilih: Tawarkan hak pilihan kepada anak-anak dalam perilaku prososial mereka. Daripada meminta bantuan, tanyakan, “Apakah Anda ingin membantu menyiapkan meja sekarang atau setelah teka-teki Anda?”
  • Mengenali pengaruh anak-anak: Mengasuh anak bukanlah jalan satu arah. Perilaku anak dapat membentuk nilai-nilai orang tua. Perhatikan tindakan anak Anda dan renungkan apa yang mereka ungkapkan tentang perkembangan kesadaran diri mereka dan tempat mereka di dunia.

Kesimpulannya, lanskap budaya yang berkembang menuntut pendekatan yang berbeda dalam mengasuh anak. Dengan menerapkan otonomi dan keterhubungan, orang tua dapat membekali anak-anak mereka dengan keterampilan yang mereka perlukan untuk menghadapi dunia yang kompleks dan saling terhubung dengan kemandirian dan kasih sayang.